PPh UMKM Ditanggung Pemerintah, Siapa yang berhak?

Pemerintah terus berusaha memberikan stimulus bagi perekonomian nasional. Dikutip dari situs kemenkeu.go.id, ada tambahan belanja APBN 2020 yang ditujukan untuk penanganan pandemik Covid-19, yaitu sebesar 255,1 triliun rupiah. Anggaran ini mencakup untuk bidang Kesehatan sebesar 75 triliun rupiah, Social Safety Net sebesar 110 triliun rupiah, dan dukungan dunia usaha (Perpajakan DTP (Pajak DTP dan Bea Masuk DTP) sebesar 70,1 triliun rupiah. Poin dukungan usahan termasuk di dalamnya komponen stimulus bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Harapannya UMKM bisa bertahan di tengah pandemi virus korona. Terlebih dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat perputaran ekonomi melambat.

Dukungan dunia usaha, dalam hal ini UMKM, disahkan dalam BAB III Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Bab tersebut menguraikan tentang Insentif PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2018. Pada peraturan sebelumnya yaitu PMK No. 23, insentif PPh Final ini tidak dimasukkan.

Kementerian Keuangan secara resmi  menanggung PPh Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang selama ini dipatok 0,5% dari peredaran bruto. Pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5% (PP 23/2018) yang ditanggung pemerintah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan bahwa perkiraan besar insentif pajak penghasilan (PPh) Final untuk UMKM itu sebesar Rp 2,4 triliun.

­­

Apa yang berubah dari PMK No.23 ke PMK No. 44?

PMK No. 23 tahun 2020 memuat empat stimulus fiskal. Kemudian di PMK No.44 tahun 2020 terdapat satu penambahan (perluasan) insentif PPh Final 0,5% Pajak Ditanggung Pemerintah. Lima stimulus berupa insentif tersebut yaitu:

1.       Relaksasi PPh 21 ditanggung pemerintah (bagi pekerja di seluruh sektor industri manufaktur yang punya income sampai 200juta/tahun) dengan nilai ditanggung diperkirakan senilai 8,6 triliun rupiah. Hal ini kemudian di atur di dalam BAB II Insentif PPh Pasal 21.

2.      Relaksasi PPh 22 impor bagi 19 sektor industri manufaktur,  baik di lokasi KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) dan non KITE. Besar penundaan diperkirakan senilai 8,15 triliun upiah. Diatur dalam BAB IV Insentif PPh Pasl 22 Impor.

3.      Relaksasi PPh 25 bagi korporasi berupa potongan 30% bagi 19 sektor industri manufaktur, baik di lokasi KITE dan non KITE (berdasarkan rekomendasi KADIN dan APINDO). Besar Penundaan sekitar 4,2 triliun rupiah. Diatur dalam BAB V Insentif Angsuran PPh Pasal 25

4.      Relaksasi restitusi PPN bagi perusahaan eksportir dipercepat tanpa audit awal dan tanpa batasan/plafon. Bagi perusahaan noneksportir dibatasi sampai 5 M rupiah. Besar restitusi 1,97 triliun rupiah. Diatur dalam BAB VI Insentif PPN.

5.      Insentif pajak bagi pelaku usaha UMKM yaitu PPh Final 0,5%-nya ditanggung pemerintah. Hal ini dimasukkan di dalam BAB III Insentif PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2018.

Untuk memudahkan, kemenkeu juga menyusun daftar FAQ (Frequently Asked Question) tentang PMK No. 44 tahun 2020 yang bisa dibaca di https://www.kemenkeu.go.id/media/15054/faq-pmk-44-2020.pdf

Seluruh kebijakan di atas mulai berlaku sejak 27 April 2020 hingga masa pajak September 2020. Informasi selengkapnya bisa dicek online di www.pajak.go.id.

Posted in Uncategorized.

Leave a Reply

Your email address will not be published.