Dalam dunia perpajakan, pajak tangguhan adalah beban pajak atau manfaat pajak yang dapat mempengaruhi penambahan atau pengurangan pada jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak di masa mendatang. Pada dasarnya, pajak tangguhan timbul dikarenakan adanya perbedaan sementara/temporer antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi. Pajak tangguhan atau deferred tax expense terdiri dari 2 sudut pandang yang berbeda yakni sudut pandang akuntansi sebagai akun aset dan sudut pandang liabilitas atau utang.
Aset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)
Apabila dilihat dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, pengertian pajak tangguhan dapat diartikan sebagai jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan atau dilakukan perubahan pada periode di masa mendatang sebagai akibat dari adanya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan (deductible temporary differences), sisa kerugian pajak yang masih belum dikompensasikan serta akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika laba akuntansi lebih kecil dibandingkan laba pajak, maka akan terbentuk deferred tax asset.
Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities)
Sementara itu, apabila dilihat dari sudut pandang liabilitas, pengertian pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang pada periode masa mendatang sebagai akibat perbedaan temporer kena pajak atau yang dikenal taxable temporary differences. Jika laba akuntansi lebih besar dibandingkan laba pajak, maka akan terbentuk deferred tax liabilities.
Manfaat Pajak Tangguhan
Nilai aset atau manfaat pajak yang ditangguhkan adalah terhapusnya atau tidak adanya kewajiban perpajakan yang harus dibayarkan pada masa yang akan datang. Manfaat pajak ini terbentuk dari adanya perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak.
Contoh Perhitungan Kewajiban Pajak
PT. Maju Mundur merupakan perusahaan dengan kegiatan usaha pada bidang penjualan barang elektronik.
- Data penjualan barang elektronik pada tahun 2017 adalah sebesar Rp50.200.000.000.
- Data penjualan barang elektronik pada tahun 2018 adalah sebesar Rp52.700.000.000.
- Laba komersial tahun 2017 sebesar Rp3.500.000.000.
- Koreksi fiskal negatif atas biaya penyusutan sebesar Rp150.000.000, karena biaya penyusutan menurut akuntansi pajak (fiskal) diakui lebih besar daripada akuntansi komersial.
- Laba fiskal (pajak) sebesar Rp3.500.000.000 – Rp150.000.000 = Rp 3.350.000.000.
- Perhitungan PPh terutang badan adalah sebesar Rp3.350.000.000 x 25% = Rp837.500.000.
- Apabila tidak terdapat koreksi fiskal atas penyusutan Pajak Penghasilan Badan yang terutang adalah menjadi sebesar Rp3.500.000.000 x 25% = Rp875.000.000.
- Maka, kewajiban pajak yang harus dibayarkan adalah Rp875.000.000 – Rp837.500.000 = Rp37.500.000.
Baca juga Yuk : Begini Cara Perhitungan PPh 21 Beserta Contohnya