Kebijakan Baru Terkait Pajak Penghasilan Final UMKM
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga akan mengeluarkan kebijakan baru mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Final Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Direktorat Jenderal Pajak menerangkan bahwa akan mewajibkan para wajib pajak UMKM untuk melaporkan omzet mulai tahun 2022. Kebijakan ini juga berlaku bagi para wajib pajak UMKM yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp. 500 Juta.
Mekanisme Baru Pelaporan Omzet UMKM Mulai Tahun 2022
Neilmaldrin Noor selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jendral Pajak menjelaskan, “Apabila selama ini wajib pajak UMKM cukup melakukan pembayaran tanpa perlu melapor, nanti di mekanisme baru sejak awal bulan akan ada mekanisme wajib melaporkan omzet”.
Direktorat Jendral Pajak kini sedang memantapkan mekanisme pelaporan omzet bagi wajib pajak UMKM yang rencananya, akan dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). DJP juga akan melakukan sosialisasi ketentuan dalam Undang-Undang HPP, termasuk PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. secara bertahap dan terus menerus sehingga wajib pajak UMKM ingat kewajiban perpajakannya.
Seperti diketahui, ketentuan mengenai batasan omzet atau peredaran bruto tidak kena pajak adalah klausul baru yang disepakati pemerintah dan DPR untuk dimasukkan ke dalam UU PPh melalui UU HPP.
Dengan adanya ketentuan tersebut, wajib pajak orang pribadi UMKM yang omzetnya tidak mencapai Rp. 500 Juta dalam 1 tahun pajak, tidak wajib membayar PPh final UMKM dengan tarif 0.5%.
Bila omzet wajib pajak melampaui Rp. 500 Juta maka hanya setiap omzet di atas Rp. 500 Juta saja yang dikenai PPh final UMKM sebesar 0.5%. Contoh, seorang wajib pajak orang pribadi memiliki omzet Rp. 1,2 Miliar dalam setahun maka hanya omzet senilai Rp. 700 Juta saja yang dikenai PPh final.
“Ini merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah untuk mendorong dan memberikan insentif kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, khususnya yang menjalankan usaha mikro dan kecil”. jelas Neilmaldrin.
Baca juga Yuk : Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif