Di dalam sistem pajak, terdapat beberapa klasifikasi atau penggolongan jenis pajak. Salah satunya pajak subjektif dan pajak objektif. Apa saja perbedaan pajak subjektif dan pajak objektif ?, mari simak artikel berikut.
Pajak Subjektif
Pajak subjektif merupakan pungutan pajak yang berasal dari orang pribadi dan telah dinyatakan sebagai Wajib Pajak. Dimana Wajib Pajak orang pribadi telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai syarat administrasi untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Apabila seseorang tidak membayar pajak subjektif, maka dapat ditetapkan telah melanggar ketentuan hukum dan dapat dikenakan sanksi denda sesuai ketentuan yang berlaku. Pajak subjektif lebih terfokus pada pengenaan pajak yang memperhatikan pribadi dari Wajib Pajak (subjek) sesuai ketentuan UU, lalu menetapkan objek pajaknya.
Contoh Pajak Subjektif adalah Pajak Penghasilan (PPh). Disebut dengan Pajak Penghasilan (PPh) karena dipungut berdasarkan penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak (subjek) dalam satu periode tahun pajak. Terdapat beberapa jenis Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia :
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pemotongan pajak kepada Wajib Pajak orang pribadi atas penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang meliputi upah, komisi, honorarium, gaji, dan lain sebagainya. Tarif pengenaan atas PPh Pasal 21 dibedakan berdasarkan dengan memiliki atau tidaknya NPWP bagi setiap Wajib Pajak.
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan jenis pajak penghasilan yang dikenakan kepada Wajib Pajak tertentu dengan perhitungan tarif pajak khusus bagi industri pelayaran, penerbangan internasional, serta perusahaan asuransi asing.
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak yang berkaitan dengan aktivitas impor dan ekspor barang yang tergolong sangat mewah seperti, Pesawat terbang pribadi, Helikopter pribadi, Kapal pesiar, yacht dan sejenisnya.
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas kegiatan sewa, transaksi dividen, bunga, hadiah, royalti, penghargaan, bonus dan lain sebagainya.
Pajak Objektif
Sedangkan Pajak Objektif merupakan jenis pajak yang tidak melihat kondisi Wajib Pajaknya, namun dilihat dari sifat objek pajaknya. Pajak objektif berfokus ke pengenaannya dengan memperhatikan objek pajaknya. Baik itu berupa benda, keadaan, perbuatan, ataupun peristiwa yang dapat menyebabkan adanya utang pajak, kemudian ditetapkan untuk subjeknya, tetapi tidak mempersoalkan tempat tinggal Wajib Pajak baik dalam negeri maupun luar negeri.
Contoh Pajak Objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
- PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan atas barang atau jasa dari hasil transaksi yang dilakukan oleh para Pengusaha Kena Pajak.
- PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah pungutan pajak atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah ataupun bangunan yang bernilai ekonomis.
- PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) adalah pajak yang dikenakan atas transaksi barang mewah atau barang yang memiliki nilai fantastis. Barang yang dimaksud seperti kendaraan bermotor, rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house, kelompok balon udara, kelompok peluru senjata api kecuali untuk kepentingan negara, dan kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk kepentingan negara.
Informasi mengenai UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan dapat dilihat di sini.
Baca juga yuk : Pengenaan Pajak atas Natura, Fasilitas Apa Saja ?