Peraturan DJP Nomor PER-24/PJ/2021 mengenai bukti potong/pungut unifikasi
Terkait dengan penerbitan peraturan oleh Pemerintah mengenai penggunaan bukti potong/pungut unifikasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021.
Dalam Pasal 2 PER-24/2021 tertuang, bahwa terdapat dua bentuk bukti potong unifikasi. Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar dan Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi.
Terdapat dua bentuk bukti pemotongan/pemungutan unifikasi berformat standar. Pertama berupa bukti pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23 (Formulir BPBS). Kedua berupa bukti pemotongan PPh Pasal 26 dan PPh Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak Luar Negeri (Formulir BPNR).
Satu Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar hanya dapat digunakan untuk satu pihak yang dipotong/dipungut, satu kode objek pajak, dan satu masa pajak.
Informasi yang termuat dalam bukti potong/pungut berformat standar
Dalam bukti potong/pungut berformat standar, paling sedikit memuat informasi tentang :
- Nomor bukti pemotongan/pemungutan unifikasi berformat standar
- Jenis pemotongan/pemungutan PPh
- Identitas pihak yang dipotong berupa NPWP, NIK, atau Tax Identification Number beserta nama
- Masa pajak dan tahun pajak
- Kode objek pajak
- Dasar pengenaan pajak
- Tarif pemotongan/pemungutan unifikasi berformat standar dan PPh yang dipotong/dipungut/ditanggung pemerintah
- Dokumen yang menjadi dasar pemotongan/pemungutan PPh
- Identitas pemotongan/pemungutan PPh berupa NPWP, nama pemotong/pemungut, serta nama penandatangan
- Tanggal bukti pemotongan/pemungutan unifikasi berformat standar yang ditandatangani
- Kode verifikasi
Kondisi tertentu mengenai pembuatan bukti pemotongan/pemungutan PPh
Apabila tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh, bukti potong/pungut tidak perlu dibuat. Namun, terdapat kondisi transaksi yang meskipun tidak dipotong/dipungut PPh, tetap dibuatkan bukti pemotongan/pemungutan. Kondisi tersebut adalah :
- PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas.
- Transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan PP Nomor 23 Tahun 2018
- PPh Pasal 26 dipotong nihil karena adanya Surat Keterangan Domisili
- Pajak Penghasilan yang dipotong/dipungut ditanggung pemerintah
- PPh yang dipotong/dipungut mendapat fasilitas PPh sesuai ketentuan perpajakan
- Pemotongan atau pemungutan PPh dilakukan dengan menggunakan SSP, BPN, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.
Format bukti potong/pungut unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 (BPBS).
Sedangkan untuk Format bukti potong/pungut unifikasi berbentuk Formulir Kertas dapat dilihat dibawah ini.
Informasi Format Formulir lebih lengkap dapat pada Peraturan DJP Nomor PER-23/PJ/2020.
Jika dalam satu masa pajak terdapat dua atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama, dengan kode objek yang sama maka pemotong/pemungut PPh dapat membuat satu bukti pemotongan/pemungutan unifikasi berformat standar untuk transaksi yang dimaksud.
5 Dokumen yang digunakan untuk melakukan pemotongan PPh
Selain itu, terdapat lima dokumen yang dipersamakan dengan bukti potong/pungut unifikasi. Dokumen yang Dipersamakan tersebut merupakan dokumen yang digunakan untuk melakukan pemotongan :
- PPh penghasilan bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia dan jasa giro.
- PPh atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara dan bunga obligasi berupa surat utang, surat utang negara, obligasi daerah, termasuk surat utang berdasarkan prinsip syariah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
- Pajak Penghasilan atas bunga surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang.
- PPh atas penjualan bukan saham pendiri di bursa efek, penjualan saham milik perusahaan modal ventura tidak di bursa efek dan tambahan PPh atas kepemilikan saham pendiri pada saat penawaran umum perdana.
- Penghasilan lain yang menggunakan dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan PPh.
Sesuai dengan bunyi Pasal 6 ayat (3) bahwa dokumen yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dapat berupa dokumen buku tabungan, rekening koran, rekening kustodian, rekening efek, dan dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun dalam bentuk Dokumen Elektronik.
Dokumen yang telah disebutkan diatas dapat dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan paling sedikit memuat nama pihak yang dipotong, nomor unik transaksi pemotongan/pemungutan serta jumlah PPh yang dipotong.
Kemudian, dalam membuat bukti potong/pungut unifikasi, pihak yang dipotong/dipungut harus memberikan identitas berupa NPWP atau NIK untuk Wajib Pajak dalam Negeri. Bagi Wajib Pajak luar Negeri memberikan Tax Identification Number atau identitas perpajakan lainnya.
Baca juga Yuk : Daftar Wilayah Pemutihan Pajak Kendaraan Tahun 2022