Tren Non Fungible Token (NFT) yang menguntungkan
Baru baru ini, Indonesia dihebohkan oleh seorang pemuda yang berhasil menjual foto selfienya sebagai produk Non Fungible Token (NFT) pada platform OpenSea dengan harga tinggi. Pemuda yang bernama Sultan Gustaf Al Ghozali alias Ghozali Everyday meraup untung dari penjualan swafotonya sebesar Rp. 1,5 Miliar.
OpenSea merupakan tempat jual beli atau marketplace NFT terbesar di dunia. Pada 18 Januari 2022, floor price atau harga terendah yang dijual untuk satu foto selfie Ghozali Everyday seharga 0,3 ETH atau setara Rp. 14, 3 juta. Sedangkan, untuk foto selfie koleksi Ghozali Everyday yang paling mahal dijual sebesar 66.346 ETH atau setara Rp. 3,1 Triliun.
Awal tren NFT sendiri meningkat di internet adalah sejak November 2021. Dimana investor, gamer, seniman, pemrogram, dan penggemar kripto menghadiri konferensi NFT tahunan ketiga yang diselenggarakan di New York City. Sejak saat itu, NFT berkembang menjadi tren baru yang menguntungkan dunia blockchain. Dapat dikatakan, teknologi blockchain seperti sebuah buku besar yang terdistribusi serta terbuka yang dapat merekam transaksi antara dua pihak serta dapat diverifikasi dan permanen. Teknologi NFT menetapkan kepemilikan aset digital, jadi para pemilik konten digital tersebut dapat memperjualbelikan atau memperdagangkannya di dalam sistem blockchain.
Dalam upaya melindungi hak cipta atau kepemilikan seseorang dari adanya tindakan manipulasi digital. NFT ini dibuat sebagai media sarana bagi para pemilik jenis konten digital apapun untuk dapat menjual dan memperdagangkan aset digital mereka menggunakan keuntungan yang disediakan oleh ruang kripto terdesentralisasi.
Hasil dari penjualan NFT dapat ditransfer dari dompet kripto atau wallet cryptocurrency penjual ke alamat wallet cryptocurrency yang berada di cryptocurrency exchange (perusahaan broker yang memberikan akses serta fasilitas kepada investor untuk melakukan transaksi mata uang kripto di pasar kripto). Dengan menggunakan cryptocurrency exchange, mata uang kripto dapat dikonversi ke mata uang rupiah. Kemudian ditarik oleh penjual aset digital untuk ditransfer ke rekening bank yang dimilikinya.
Hasil Penjualan NFT dari perspektif perpajakan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Neilmaldrin Noor mengatakan hingga saat ini belum ada ketentuan khusus mengenai perpajakan atas cryptocurrency. Namun dikarenakan mendapatkan keuntungan, maka bisa dikenakan ke dalam Pajak Penghasilan (PPh).
Dikutip dari website DJP, bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh), yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima maupun diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar NKRI yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.
Dengan demikian, jika diketahui penjual NFT sudah memiliki NPWP, maka penghasilan dari penjualan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan. Apabila diketahui penghasilannya melebihi PTKP, maka selisih nilai tersebut dikalikan tarif untuk mengetahui jumlah pajak yang harus disetorkan. Untuk besaran tarifnya disesuaikan dengan ketetapan pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dimana untuk lapisan tertinggi dikenakan 35% dan terendah sebesar 5%.
Baca juga Yuk : Cara Lapor SPT Tahunan 2022 melalui DJP Online, LENGKAP !