Jenis Jenis Pajak Penghasilan

Kenali Jenis Jenis Pajak Penghasilan yang Berlaku di Indonesia

Di Indonesia, terdapat beberapa jenis jenis pajak penghasilan yang berlaku, yang dikelompokkan berdasarkan objek, tarif, sumber penghasilan, dan perhitungannya. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai jenis-jenis pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia.

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21): PPh 21 adalah pajak yang dipotong oleh pengusaha/pemberi kerja dari penghasilan yang diterima karyawan/pegawai. Tarif pajak PPh 21 berdasarkan pada skala tarif yang progresif, dimana semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi juga tarif pajaknya.

Beberapa yang menjadi Subjek Pajak PPh 21 yaitu :

  • Pegawai
  • Bukan pegawai
  • Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya
  • Anggota dewan pengawas atau komisari yang tidak masuk kedalam cangkupan sebagai pegawai
  • Mantan pegawai
  • Peserta yang mengikuti kegiatan baik perlombaan, konferensi, rapat, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, pendidikan, pelatihan dan magang, serta kegiatan lainnya.

Objek Pajak PPh 21 meliputi penghasilan karyawan, pegawai, pensiunan, penerima pesangon dan penerima penghasilan lainnya yang dipotong langsung oleh pemberi kerja/penghasilan.

Selain itu, Objek Pajak PPh 21, terdapat 2 jenis yaitu Penghasilan tetap dan tidak tetap. Penghasilan tetap dan teratur yang diterima pegawai setiap bulan seperti gaji, upah, dan tunjangan. Sedangkan Penghasilan tidak tetap dan tidak teratur yang diterima Pegawai, Bukan Pegawai, dan Peserta Kegiatan adalah seperti honor kegiatan, honor narasumber dan lainnya.

Seperti yang sudah disinggungkan sebelumnya bahwa Tarif PPh 21 bersifat progresif yang artinya semakin besar penghasilan maka akan semakin besar pajak yang dibayarkan. Rentang tarif pajak yang dikenakan pada Pajak Penghasilan 21 adalah 5% – 30% berdasarkan lapisan neto. Penghasilan neto merupakan penghasilan bruto yang dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Biaya Jabatan, dan Iuran Pensiun.

Ketahui perhitungan PPh 21 beserta contohnya secara lebih lengkap.

Selanjutnya, Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja/penghasilan pada setiap bulannya sebelum dibayarkan ke penerima penghasilan. Selain itu, Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 melalui DJP Online.

Baca juga : Wajib Tahu ! Kode Jenis Setoran dalam Pajak PPh 21

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22): PPh 22 adalah salah satu jenis pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang tertentu. Seperti barang modal, barang tidak bergerak, dan barang bergerak kecuali atas penjualan kendaraan bermotor baru dan bekas serta barang modal yang diperoleh dari impor.

Jenis PPh 22 ada tiga yaitu PPh 22, PPh 22 Bendahara dan PPh 22 BUMN. Singkatnya PPh 22 Bendahara adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dimana terdapat pengajuan pembayaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan PPh 22 (Badan Usaha Milik Negara) BUMN pemungutan pajak yang pembayaran atau penyediaan barangnya dikenakan oleh BUMN.

Pemungut pajak dalam hal ini adalah pihak-pihak yang ditetapkan oleh undang-undang, seperti importir, penjual, atau pihak lain yang ditunjuk. Bendahara dan badan-badan milik pemerintah serta Badan atau Perusahaan swasta yang memungut PPh Pasal 22 saat penjualan.

Objek Pajak dari PPh 22 adalah seperti komputer, mabel, mobil dinas, ATK, dan barang lainnya oleh pemerintah kepada wajib pajak rekanan penjual barang.

Tarif umum yang dikenakan pada PPh Pasal 22 adalah sebesar 1,5% x harga beli yang belum termasuk PPN. Apabila rekanan tidak mempunyai NPWP, maka dikenakan tarif 100% lebih besar yang menjadi 3%. Selain itu, terdapat tarif khusus yang dikenakan untuk beberapa kegiatan yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) pada PMK No 34/PMK. 010/2017.

Baca juga : Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 22

Sebelum pembayaran kepada penerima, PPh 22 harus dilakukan pemotongan dan penyetoran oleh penanggung jawab. Setelah itu pembayaran PPh 22 dapat dilakukan ke kas negara melalui bank yang ditunjuk. Lalu, Penanggung Jawab wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 22 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Wajib Tahu : Kode Akun Pajak 411122 dan Jenis Setoran PPh 22

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23): PPh 23 adalah pajak yang dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan kepada pihak lain (pemegang hak atas penghasilan). Dalam hal ini adalah Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Contoh penghasilan yang diterima adalah bunga deposito bank, royalti, dan hadiah undian.

Hal yang menjadi Objek Pajak dari PPh Pasal 23 yaitu penghasilan atas hadiah, royalti, bunga deposito bank dan penyerahan pekerjaan seperti jasa konstruksi, jasa konsultan, jasa teknik, dan jasa lainnya yang dipotong langsung oleh pemberi penghasilan.

Beberapa penghasilan yang menjadi lingkupan dari PPh 23 adalah :

  • Penyerahan Jasa, diantaranya : Jasa Konsultan, Kontraktor, Tenaga Ahli, Jasa Iklan, Jasa Perantara, Jasa Lainnya.
  • Sewa Harta, diantaranya : Alat Berat, Kendaraan, Mesin, Peralatan, Bangunan (bukan tanah).
  • Bunga, diantaranya : Deposito, Pinjaman, Tabungan, Obligasi.
  • Dividen, diantaranya : Saham, Laba Perusahaan.
  • Royalti, diantaranya : Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang.
  • Hadiah dan Penghargaan, diantaranya : Undian, Lomba, Hadiah Lainnya.

Jasa lain yang menjadi Objek PPh 23 secara lengkap dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

Tarif PPh Pasal 23 yang dikenakan diantaranya tarif 15% untuk jasa, hadiah dan royalti dari luar negeri. Kemudian tarif 2% untuk penghasilan dari sewa tanah dan bangunan, bunga, dividen, dan hadiah undian.

Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) pada saat pembayaran dilakukan. Selanjutnya, pemberi penghasilan menyetorkan potongan PPh 23 ke kas negara. Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Masa PPH Pasal 23 melalui DJP Online.

Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh 24)

Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh 24) merupakan aturan perpajakan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri yang digunakan untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. Artinya bahwa pajak penghasilan yang WP telah bayarkan di luar negeri tersebut dapat digunakan untuk mengurangi jumlah PPh terhutang yang harus dibayarkan di dalam negeri.

Sehingga PPh 24 ini dapat dijadikan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan sebagai fasilitas pajak untuk menghindari pembayaran ganda oleh Warga Negara Indonesia yang memiliki pendapatan di luar negeri. Namun ruang lingkup pajak penghasilan ini hanya diperuntukkan bagi WP yang telah menerima penghasilan dari luar negeri selama periode satu tahun pajak.

Dalam hal ini yakni penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta benda bergerak. Terdapat sumber penghasilan lainnya yang menjadi Objek PPh 24 yang dapat dilihat dalam Pasal 24 ayat (3) UU PPh.

Perhitungan tarif PPh 24 diperoleh dari Penghasilan Luar Negeri yang dibagi dengan Total Penghasilan Luar Negeri dan Dalam Negeri. Kemudian dikalikan dengan PPh Terutang, yang didapat dari Tarif PPh Badan saat ini dikalikan Penghasilan Neto Dalam Negeri.

Ketentuan-ketentuan lainnya yang harus Wajib Pajak ketahui adalah :

  • Kredit pajak luar negeri hanya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia dalam tahun pajak yang sama.
  • Jumlah kredit pajak luar negeri yang dapat di kreditkan dibatasi dengan jumlah pajak yang terutang di Indonesia.
  • Wajib Pajak diwajibkan memiliki bukti pembayaran pajak luar negeri.

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25): PPh 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak atas penghasilan neto dari usaha yang diperoleh di Indonesia dalam tahun berjalan. Penghasilan yang dimaksud berupa dividen, bunga bank, royalti, dan sebagainya.

Tujuan PPh Pasal 25 ini untuk mengurangi beban pembayaran pajak Wajib Pajak dalam satu tahun. Serta menghindari pembayaran pajak sekaligus dalam jumlah besar ketika SPT Tahunan PPh sehingga pembayaran pajak dapat dilakukan tepat waktu.

Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 paling lama adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Setiap pembayaran angsuran yang dilakukan harus menyertakan bukti setor berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.

Tarif PPh Pasal 25 Tahun 2024 :

  • 1% untuk penghasilan neto kurang dari Rp 50 Juta
  • 3% untuk penghasilan neto kurang Rp 50 Juta – Rp 250 Juta
  • 6% untuk penghasilan neto Rp 250 Juta – Rp 500 Juta
  • 12% untuk penghasilan neto Rp 500 Juta – Rp 4,8 Miliar
  • 20% untuk penghasilan neto Rp 4,8 Miliar – Rp 50 Miliar
  • 22% untuk penghasilan neto diatas Rp 50 Miliar

Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

PPh 26 adalah jenis pajak yang dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan kepada pihak lain (pemegang hak atas penghasilan) yang berasal dari luar negeri, seperti royalti, bunga, dan jasa teknis.

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak PPh 26, yaitu Dividen, Bunga, Hadiah dan Penghargaan, Royalti, Sewa dan Penghasilan Lain, Penghasilan dari Pengalihan Harta, Penghasilan lain yang didistribusikan kepada Wajib Pajak Luar Negeri.

Manfaat diberlakukannya PPh Pasal 26 adalah :

  • Meningkatkan kepastian hukum dan iklim investasi di Indonesia.
  • Untuk meningkatkan daya saing Wajib Pajak Indonesia di Pasar Global.
  • Memastikan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) berkontribusi pada penerimaan negara.

Besaran tarif PPh 26 berbeda tergantung jenis penghasilannya, berikut beberapa contohnya :

  • Dividen : 20% (dapat dikurangi dengan PPh Pasal 23 yang telah dipotong)
  • Bunga : 20%
  • Hadiah dan Penghargaan : 17,5%
  • Royalti : 20%
  • Sewa dan Penghasilan Lain : 20%

Pihak yang bertanggung jawab dalam memotong dan menyetorkan PPh 26 adalah pihak yang membayar penghasilan kepada Wajib Pajak yang bukan merupakan subjek pajak dalam negeri, seperti perusahaan asing yang memiliki cabang di Indonesia.

Pajak Penghasilan Final (PPh Final) atau PPh Pasal 4 Ayat (2)

PPh Final adalah jenis pajak yang dikenakan secara final pada sumber penghasilan tertentu dan tidak lagi dikenakan pajak pada saat pelaporan pajak tahunan. Artinya, setelah PPh Final dilakukan pemotongan dan penyetoran, penghasilan tersebut bukan lagi menjadi objek pajak dalam pelaporan pajak tahunan.

Contoh yang menjadi objek pajak PPh Final adalah pajak restoran, pajak hotel, dan pajak penghasilan atas hadiah, pajak penghasilan atas kegiatan usaha yang diperoleh dari marketplace. PPh Final ini juga dikenakan kepada Wajib Pajak baik Orang Pribadi maupun Badan Usaha yang memiliki pendapatan kotor atau omzet usaha kurang dari Rp 4,8 Miliar dalam setahun.

PPh Final memberikan kemudahan dalam hal perhitungan dan pelaporan dibandingkan PPh non-final. Selain itu, Wajib Pajak tidak perlu menghitungkan pengeluaran dan biaya untuk mendapatkan penghasilan neto.

Namun, kekurangan yang dihadapi adalah Wajib Pajak tidak dapat mengklaim pengeluaran atau biaya untuk mengurangi penghasilan kena pajak. Serta memiliki potensi pembayaran pajak yang lebih besar dibandingkan dengan skema PPh non-final, terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki keuntungan yang tinggi.

Tarif PPh Final atau PPh Pasal 4 Ayat (2)

Tarif PPh Final atau yang dikenal juga dengan PPh Pasal 4 Ayat (2) secara umum dikenakan tarif 0,5% dari omzet bruto usaha. Namun beberapa penghasilan tertentu memiliki tarif yang berbeda, diantaranya :

  • Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, dan Jasa Giro sebesar 20%
  • PPh atas bunga obligasi (surat utang) sebesar 10% – 20%
  • Pajak Penghasilan atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar 20%
  • Hadiah berupa undian sebesar 25%.
  • Transaksi Penjualan Saham pada Bursa Efek sebesar 0,5% untuk transaksi penjualan saham sendiri. Sedangkan 1% untuk transaksi saham bukan pendiri
  • PPh atas penghasilan dari jenis perusahaan modal ventura yang didapatkan dari penjualan saham atau atas pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitra usahanya sebesar 1%
  • Penyewaan berupa tanah dan/atau bangunan sebesar 10%
  • Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk usaha real estate sebesar 5%. Serta 1% untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana
  • Usaha Jasa Konstruksi :
    • Usaha dalam bentuk jasa konstruksi kecil dengan sertifikasi sebesar 1,75%
    • Jasa konstruksi kecil tanpa sertifikasi sebesar 4%
    • Konstruksi menengah dan besar sebesar 2,65%
    • Penyedia jasa yang memilliki sertifikasi badan usaha sebesar 2,65%
    • Penyedia jasa yang tidak memiliki sertifikasi badan usaha sebesar 4%
    • Perancang atau pengawas jasa konstruksi oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha sebesar 3,5%
    • Pengawas atau perancang jasa konstruksi oleh penyedia jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikasi usaha sebesar 6%
  • Perusahaan penerbangan yang dilakukan dalam negeri sebesar 1,8%
  • Perusahaan pelayaran yang beraktivitas di dalam negeri sebesar 1,2%
  • Pajak Penghasilan perusahaan pelayaran maupun penerbangan luar negeri sebesar 2,64%
  • Penghasilan dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang dimana kantor perwakilan dagangnya adalah berada di Indonesia. Tarif yang dikenakan atas penghasilan ini adalah sebesar 0,44%
  • PPh atas selisih lebih peninjauan kembali aktiva tetap dengan tarif sebesar 10%.

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan): PPh Badan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan badan usaha maupun organisasi nirlaba. Dalam hal ini baik berupa perusahaan domestik maupun perusahaan asing yang mempunyai penghasilan dari Indonesia.

Beberapa Subjek Pajak PPh Badan berdasarkan , antara lain :

  • Perseroan Terbatas (PT)
  • Koperasi
  • Persekutuan Komanditer (CV)
  • Firma
  • Yayasan
  • Organisasi Sosial dan Politik
  • Bentuk usaha lain yang termasuk Badan

Objek Pajak PPh Badan adalah :

  • Penghasilan neto dari usaha yang dijalankan oleh badan.
  • Penghasilan neto dari kegiatan lain yang dilakukan oleh badan, seperti : Sewa, Bunga, Dividen, Royalti, Keuntungan Penjualan Aset.

Selain itu, ada beberapa tarif yang dikenakan untuk PPh Badan, diantaranya :

  • 15% untuk penghasilan neto di bawah Rp 500 Juta
  • 17% untuk penghasilan neto di atas Rp 500 Juta hingga Rp 4,8 Milliar
  • 20% untuk penghasilan neto di atas Rp 4,8 Milliar hingga Rp 50 Milliar
  • 22% untuk penghasilan neto di atas Rp 50 Milliar

Contoh perhitungan PPh Badan adalah Penghasilan Neto x Tarif PPh Badan, penghasilan neto didapatkan dari perhitungan Penghasilan Bruto – Biaya Pengurang Penghasilan.

Jenis – jenis Biaya Pengurang Penghasilan yaitu : Biaya operasional, Penyusutan Aset, Beban Bunga, Zakat, Sumbangan, dan Biaya lain yang terkait dengan usaha. Setelah itu Wajib Pajak dapat melaporkan SPT PPh Badan setiap tahunnya dan dapat dilaporkan secara online melalui DJP Online.

Kesimpulan

Itulah beberapa jenis pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia. Setiap jenis pajak memiliki peraturan dan ketentuan yang berbeda, dan tarif pajaknya pun bervariasi tergantung pada jenis penghasilan dan jumlahnya. Jika Anda memiliki keperluan spesifik terkait pajak. Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli perpajakan atau lembaga terkait untuk informasi yang lebih rinci dan akurat.

Posted in News.